hati ini bersih
hati ini suci
diciptakan oleh tuhan yang maha esa
dilahirkan oleh ibunda yang tercinta
hati ini penuh cinta
penuh dengan rasa sayang
dan menyayangi
baik atas diri sendiri
maupun kepada orang lain
tapi,
banyak dari kita
meninggalkan hati
mengabaikan hati
dan bahkan tidak memperdulikan hati
yang sakitnya lagi
penyelewengan fungsi hati
hati ini dinodai
dilukai
disakiti
disayat
disiksa
dengan rasa cinta yang kita tidak tahu artinya apa
cinta itu poliwarna
banyak warna
sulit utk ditafsirkan
dengan menggunakan kata ilmiah
maupun kata non-ilmiah
hati hanya bisa diartikan dengan hati
hati jangan dinodai
hati jangan dilukai
walau itu hati anda
hati ibu anda
hati ayah anda
hati saudara anda
atau bahkan itu hati manusia lain
hati mereka juga hati ciptaan Allah swt
janganlah sakiti hati
karena hati ini, lebih kuat dari yang anda fikirkan
lebih tajam dari pisau
lebih akurat dari benda akurat sekalianpun
hati harus dijaga
harus dirawat
terlebih utk orang yang anda cintai
ibu anda
ayah anda
saudara anda
dan orang tercinta anda
istri/ suami anda
atau bahkan orang lain yang posisinya anda cintai
pacar anda
kekasih hati anda
pujaan hati anda
milikilah hatinya
simpanlah hatinya
agar tidak ternoda dengan benda asing
yang akan melukainya
dan janganlah sekali kali anda melukai
hati yang telah memilih anda
karena akan lebih menyakitkan dan menyayat
bila hati yang lain telah memilih hati anda
dan anda melukainya
sakitnya
bagai
hati ini ingin mati sendiri
meninggalkan segalanya
karena hati pujaan tidak sejalan
dengan hati yang sehati
aku cinta kamu,
ini aku tulis untuk mu
kekasihku
i love you
bulai jagung
Rabu, 11 April 2012
Senin, 24 Oktober 2011
Sabtu, 22 Oktober 2011
jamur and bulai
Para ahli ada yang menggolongkan jamur didasarkan kepada
berbagai sifat yang dimilikinya, antara lain bentuk tubuh dan cara
perkembangbiakannya secara seksual. Tetapi, hasil penggolongan terhadap jamur
yang dilakukan seorang ahli mungkin berbeda dengan yang dilakukan oleh ahli
lainnya, demikian pula dalam pemberian nama penggolongan jamur.
Penggolongan jamur didasarkan pada perbedaan struktur dalam
dan alat perkembangbiakannya. Dengan demikian, penggolongan jamur dapat
dibedakan menjadi Oomycotina, Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina, dan
Deutromycotina.
1. Oomycotina
Hifa pada jamur ini bersifat senositik, yaitu tidak
bersekat-sekat sehingga inti sel banyak tersebar di dalam protoplasma. Dinding
selnya tersusun atas selulosa, hal inilah yang membedakan dengan golongan jamur
lainnya.
Pertumbuhan hifa jamur terjadi pada bagian ujungnya yang
menghasilkan beberapa percabangan. Pada akhir ujung percabangan itu terbentuk
gelembung sporangium yang dipisahkan oleh sekat. Hal ini merupakan awal
perkembangbiakan jamur secara tidak kawin (aseksual).
Dalam sporangium terdapat protoplasma yang banyak mengandung
inti sel. Protoplasma akan terbagi-bagi dan setiap bagian memperoleh satu inti
sel yang berkembang menjadi spora dengan dua flagel sebagai alat geraknya.
Spora yang mempunyai flagel disebut zoospora yang merupakan ciri khas Oomycotina.
Selanjutnya, zoospora akan keluar dari sporangium kemudian melepaskan flagelnya
sambil membentuk dinding selulosa. Jika zoospora ini sampai di tempat yang
sesuai, maka akan menjadi tumbuh hifa baru.
Ciri-ciri jamur yang termasuk golongan Oomycotina adalah
sebagai berikut.
Hifa tidak bersekat.
Reproduksi aseksual dengan zoospora yang mempunyai dua
flagel.
Reroduksi seksual dengan bersatunya gamet betina dan gamet
jantan membentuk oospora (sel telur yang telah dibuahi membentuk dinding yang
tebal) kemudian memasuki periode istirahat.
Jenis jamur yang termasuk Oomycotina adalah Saprolegnia sp,
Phytophtora sp, dan Phytium sp.
a. Saprolegnia sp
Jamur ini umumnya hidup saprofit. Miseliumnya berkembang di
dalam substrat, sedangkan yang terlihat di luar substrat berfungsi untuk
perkembangbiakan. Jika Anda amati jamur ini dengan mikroskop, di bagian ujung
miseliumnya akan tampak sporangium yang menghasilkan zoospora.
Saprolegnia sp yang hidup saprofit mudah dikembang-biakkan
dengan meletakkan serangga mati atau biji kacang tanah pada cawan berisi air
kolam. Hifa yang baru tumbuh akan menembus tubuh serangga atau biji kacang
tanah untuk mendapatkan makanan. Sebagian hifa lainnya akan tumbuh keluar
membentuk sporangium penghasil zoospora, sedangkan oogonium dan anteridiumnya
berperan pada perkembangbiakan seksual.
Contoh jamur dari Oomycotina lainnya adalah Achlya sp yang
hidup saprofit seperti Saprolegnia sp.; Plasmopora sp hidup parasit pada
tanaman anggur; serta Sclerospora maydis penyebab penyakit bulai pada jagung
seperti pada gambar 1 berikut ini
Gambar 1. Sclerospora maydis
b. Phytophtora sp
Contoh jamur dari golongan Oomycotina ini antara lain:
Phytophtora infestans yang hidup parasit pada tanaman kentang.
Pada jamur ini, ujung-ujung hifa tidak membentuk
zoosporangium melainkan membentuk konidium. Konidium adalah spora yang dibentuk
secara aseksual dan terjadi akibat diferensiasi dari ujung hifa. Ujung hifa
menyembul di permukaan daun kentang melalui stoma (mulut daun) yang terkena
infeksi. Untuk lebih jelasnya dapat dipelajari pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Ujung hifa Phytophtora infestans menembus stoma
daun kentang
Phytophtora sp tidak
hanya menyebabkan penyakit pada tanaman kentang, melainkan dapat pula
menyebabkan penyakit pada buah cokelat, tanaman lada, kina, kelapa, cengkeh,
tem-bakau, dan jarak.
c. Pythium sp
Phytium sp hidup saprofit di tanah lembab, tetapi zoospora
yang dihasilkannya melalui perkembangbiakan aseksual sedangkan oospora melalui
perkembangbiakan seksual. Jamur ini dapat menginfeksi tanaman seperti pada
persemaian tem-bakau yang dikenal dengan penyakit patah rebah semai. Jamur ini
juga dapat menyebabkan penyakit busuk pada kecambah tembakau, kina, bayam,
jahe, nenas, dan kemiri.
2. Zygomycotina
Jamur ini hidup sebagai saprofit atau parasit. Sebagai jamur
parasit dapat menyebabkan pembusukan tanaman ubi jalar dan buah arbei,
sedangkan sebagai jamur saprofit dapat hidup pada roti, nasi, dan wortel. Perlu
diketahui bahwa jamur saprofit ini sangat bermanfaat dalam fermentasi pembuatan
tempe.
Hifa yang menyusun jamur ini bersifat senositik (tidak
bersekat-sekat sehingga inti sel banyak tersebar di dalam protoplasma),
sedangkan dinding selnya tersusun dari kitin (sejenis karbohidrat mengandung
nitrogen).
Contoh jenis jamur Zygomycotina yang mudah diperoleh adalah
jamur tempe dan jamur roti. Hifa kedua jenis jamur ini pendek bercabang-cabang
dan berfungsi sebagai akar (rizoid) untuk melekatkan diri serta menyerap
zat-zat yang diperlukan dari substrat. Selain itu, terdapat pula sporangiofor
(hifa yang mencuat ke udara dan mengandung banyak inti sel, di bagian ujungnya
terbentuk sporangium (sebagai penghasil spora), serta terdapat stolon (hifa
yang berdiameter lebih besar daripada rizoid dan sporangiofor).
Jenis jamur yang termasuk Zygomycotina adalah Rhizopus
stolonifer yang dapat diamati dengan menggunakan mikroskop seperti pada gambar
3 berikut ini.
Gambar 3. Rhizopus stolonifer
3. Ascomycotina
Sebagian besar dari jamur yang termasuk golongan Ascomycotina
mempunyai hifa bersekat-sekat dan bercabang-cabang. Selain itu, terdapat jenis
jamur yang mempunyai hifa berlubang sehingga protopolasma dan inti sel dapat
mengalir dari satu sel ke sel lainnya. Struktur tubuh jamur dari golongan
Ascomycotina ada yang multiseluler atau uniseluler seperti pada ragi.
Ascomycotina merupakan kelompok jamur yang terbesar, ada
yang hidup parasit atau saprofit. Jamur yang hidup sebagai parasit, dapat
menimbulkan penyakit yang sangat merugikan seperti pada tanaman tembakau,
pepaya, karet, teh, cokelat, dan padi. Sedangkan jamur saprofit hidup pada
bahan makanan atau sampah.
Beberapa jenis jamur Ascomycotina yang bermanfaat bagi
manusia adalah Saccharomyces sp, Penicillium sp, Aspergillus sp dan Neurospora
sp.
a. Saccharomyces sp
Ciri umum Saccharomyces sp (ragi) tidak mempunyai hifa dan
tubuh buah. Jenis ragi yang dimanfaatkan untuk pem-buatan tape atau pengembang
adonan roti adalah Saccharo-myces cerevisiae. Jamur ini dapat memfermentasi
glukosa menjadi alkohol dan karbon dioksida. Reaksi kimianya adalah sebagai
berikut.
C6H12O6 --> 2C2H5OH + 2CO2 + energi
(gkukosa) (alkohol)
Saccharomyces cerevisiae sebagai pengembang roti atau kue
akan berhenti tumbuh jika kadar alkohol mencapai 4-5%, sedangkan CO2 yang dihasilkan
akan mengembangkan adonan roti. Alkohol akan menguap habis ketika roti dibakar.
Saccharomyces cerevisiae yang dimanfaatkan dalam minuman beralkohol baru
berhenti tumbuh (berkembang biak) pada kadar alkohol mencapai 14-17%.
b. Penicillium sp
Jamur ini tumbuh di mana-mana dan tampak tumbuh sebagai noda
hijau atau biru pada buah-buahan ranum atau penganan yang bergula. Selain itu,
jamur ini dapat tumbuh baik pada roti dan nasi. Oleh karena itu, jika menyimpan
roti dan nasi di tempat yang agak lembab, maka akan ditumbuhi jamur Penicillium
sp. dengan konidia yang berwarna kehijauan.
Gambar 4. Penicillium sp dengan konidium
Jenis jamur yang dimanfaatkan sebagai obat antibiotika
(penisilin) adalah Penicillium chrysogenum dan Penicillium notatum, sedangkan
jamur yang dimanfaatkan sebagai penghasil keju adalah Penicillium camemberti
dan Penicillium roqueforti .
c. Aspergillus sp
Jamur ini ada yang hidup sebagai saprofit atau parasit.
Jamur yang hidup parasit dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hewan, dan
tumbuhan. Penyakit yang disebabkan oleh Aspergillus sp disebut aspergilosis.
Jamur ini dapat tumbuh di daerah yang beriklim subtropis dan
tropis. Bila dalam keadaan lembab, maka dapat hidup pada makanan, pakaian,
buku, dan kayu.
Koloni jamur ini biasanya berwarna hitam, abu-abu, kuning
hingga coklat, sedangkan konidium Aspergillus sp berbeda dengan susunan
konidium Penicillium sp. Hal ini tampak jelas sekali apabila diamati dengan
mikroskop seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 5. Aspergillus sp dengan konidium
Jenis jamur yang berbahaya dan merugikan adalah Aspergillus
flavus yang menghasilkan racun aflatoksin. Racun ini dapat menyebabkan kematian
pada manusia atau ternak. Bahkan, racun jamur banyak disebut-sebut sebagai
penyebab penyakit kanker. Sebaliknya, ada juga jenis jamur yang dimanfaatkan
untuk meramu makanan seperti dalam pembuatan tape dan sake (minuman khas
Jepang), yaitu Aspergillus oryzae. Sedangkan Aspergillus wentii dimanfaatkan
dalam pembuatan kecap dan tauco.
d. Neurospora sp
Jenis jamur ini (Neurospora sp.) di Jawa Barat mudah
diperoleh dari oncom. Jamur ini dapat pula tumbuh subur pada tongkol jagung
yang telah direbus dan diambil bijinya. Biarkan tongkol jagung itu selama
beberapa hari, agar ditumbuhi Neurospora sp. dengan konidia yang berwarna
jingga.
Neurospora sp., selain dimanfaatkan dalam fermentasi
pembuatan oncom, banyak juga dimanfaatkan dalam penelitian genetika, yaitu
untuk mengetahui pengaruh sinar X yang dapat menyebabkan mutasi.
Dwidjoseputro (1961) telah menemukan cara perkembangbiakan
seksual jamur oncom, sehingga jamur oncom dimasukkan ke dalam Ascomycotina.
Oleh karena itu, yang semula nama ilmiah jamur oncom itu Monilia sitophila
diganti nama spe-siesnya menjadi Neurospora sitophila.
Jika Neurospora sitophila jenis (+) bertemu dengan
Neurospora sitophila jenis (-), maka terjadilah perkembang-biakan seksual
kemudian terbentuklah askus yang berisi askospora. Askus-askus ini tubuh di
dalam tubuh buah yang disebut peritesium . Tiap askus mengandung 8 askospora.
Gambar 6. Struktur tubuh Neurospora sitophila : (1)
miselium; (2) kon-idia; (3) peritisium; (4) askus; dan (5) spora
4. Basidiomycotina
Struktur tubuh jamur ini pada umumnya lebih mudah diamati.
Spora tumbuh menjadi miselium dan hifanya bersekat-sekat. Miselium ini menyusun
tubuh-tubuh buah yang disebut basidiokarp . Bentuk basidiokarp beraneka ragam,
ada yang serupa payung, papan, bentuk lembaran yang berliku-liku, dan bentuk
cakram. Di dalam tubuh buah terdapat anyaman hifa yang ujungnya menggelembung.
Gelembung ini disebut basidium.
Banyak tubuh buah dari jamur ini yang dapat dimakan seperti:
jamur merang (Volvariella volvacea) ; jamur kuping (Auricularia polytricha);
dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) . Tetapi, ada juga jamur dari
Basidiomycotina yang beracun.
Sulit untuk membedakan antara jamur beracun dan jamur yang
dapat dimakan karena tidak ada ciri-ciri morfologi yang dapat dijadikan acuan.
Oleh karena itu, bagi orang awam sebaik-nya hanya memakan jamur yang sudah
dikenal betul sebagai jamur yang aman untuk dimakan. Untuk lebih jelasnya
beberapa jenis jamur yang dapat dimakan, dapat dipelajari pada gambar 7, 8, dan
9 berikut ini.
Gambar 7. Tubuh jamur merang (Volvariella volvacea) : (1)
dilihat dari atas; (2) dilihat dari bawah; (3) jamur yang masih muda; (4)
potongan melintang melalui bagian tepi
Gambar 8. Tubuh jamur kuping (Auricularia polytricha) : (1)
tubuh buah dan (2) basidium dengan basidiokarp
Gambar 9. Tubuh jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
Jenis jamur yang tubuh buahnya berbentuk cakram
berlapis-lapis dan berlubang pada permukaan bawahnya seperti jamur kayu
(Polyporus versicolor) pada gambar 10 berikut ini.
Gambar 10. Tubuh jamur kayu (Polyporus versicolor)
Tidak semua jamur dari Basidiomycotina, baik membentuk tubuh
buah maupun menghasilkan basidium serupa gelembung seperti yang telah diuraikan
di atas. Misalnya, Puccinia sorghi dan Ustilago scitaminae yang menghasilkan
basidium bersekat-sekat. Kedua jenis jamur ini hidup parasit pada tanaman
jagung yang sangat merugikan manusia.
Beberapa jenis jamur Basidiomycotina hidup bersimbiosis
dengan tumbuhan tingkat tinggi sebagai mikorhiza, biasanya hifa jamur ini
bersifat ektomikorhiza. Misalnya, jamur tangkil (Scleroderma aurantium) yang
kulit luarnya kasar dan keras.
5. Deutromycotina
Kelompok jamur yang hifanya bersekat dan belum di-ketahui
pembentukan spora seksualnya digolongkan ke dalam Deutromycotina. Pada jamur
ini, perkembangbiakan aseksual dengan konidium pada golongan jamur ini serupa
dengan Ascomycotina.
Jenis jamur golongan Deutromycotina kira-kira terdapat 1500
spesies yang belum diketahui spora seksualnya. Jika satu spesies jamur
diketahui cara pembentukan spora seksualnya, maka akan dikeluarkan dari
golongan Deutromycotina. Contoh, semula jamur oncom orange (Monilia sitophila)
termasuk Deutromycotina, kemudian ditemukan cara pembentukan spora seksual-nya,
sekarang dimasukkan ke dalam golongan Ascomycotina sehingga namanya berubah
menjadi Neurospora sitophila.
Beberapa spesies jamur golongan Deutromycotina yang hidup
parasit pada tubuh manusia dan hewan adalah Epidermophyton floocosum
menyebabkan penyakit pada kaki dan penyakit kurap disebabkan oleh jamur genus
Epidermophyton; Microsporum, dan Trichophyton. Jamur dari golongan
Deutromycotina yang melakukan simbiosis dengan akar tumbuhan disebut mikorhiza.
Mikorhiza
Apabila Anda melewati daerah yang ditanami pohon pinus,
kemungkinan di bawah pohon itu banyak ditemukan sejenis jamur berbentuk payung.
Hifa jamur ini bersimbiosis dengan akar tanaman pinus. Akar pinus yang
bersimbiosis dengan jamur tersebut disebut mikorhiza. Jamur yang bersimbiosis
dengan tumbuhan dan membentuk mikorhiza biasanya dari jamur golongan Zygomycotina,
Ascomycotina, dan Basidiomycotina. Sebagaimana kita ketahui bahwa mikorhiza itu
terdapat dua tipe, yaitu ektomikorhiza dan endomikorhiza .
a. Ektomikoriza
Jamur yang bersimbiosis dengan akar tumbuhan tertentu
membentuk ektomikorhiza. Tubuh buahnya seperti payung atau bulat. Banyak
pohon-pohon pinus yang ditanam tidak dapat tumbuh pada tahun pertama karena
tanpa adanya mikorhiza.
Hifa ektomikorhiza tidak dapat menembus ke dalam akar
(korteks), tetapi hanya sampai epidermis. Dengan ektomikorhiza itu akar tidak
lagi memerlukan bulu-bulu akar, tetapi tumbuhan pinus mendapatkan air dan
unsur-unsur hara dari tanah yang lebih banyak. Selain itu, tumbuhan pinus lebih
tahan kekeringan dan terlindung dari jamur lain yang hidup parasit.
Jamur pada ektomikorhiza tidak dapat tumbuh dan bereproduksi
tanpa bersimbiosis dengan akar tumbuhan inang. Dari tumbuhan inang, jamur
memperoleh bahan makanan seperti glukosa, vitamin, protein, dan makanan
lainnya.
b. Endomikoriza
Pada endomikorhiza, hifa jamur menembus akar sampai ke
bagian korteks. Endomikorhiza terdapat pada tanaman anggrek, sayuran, kopi,
bit, dan berbagai jenis pohon.
Jamur pada endomikorhiza dapat hidup tanpa bersimbiosis yang
terdapat pada berbagai jenis pohon. Jamur ini hidup di mana-mana pada tanah dan
tidak mempunyai tumbuhan inang khusus. Jamur ini penting untuk beberapa jenis
tanaman polongan, karena dapat merangsang pertumbuhan bintil akar yang bersimbiosis
dengan Rhizobium sp. sehingga mempercepat terjadinya fiksasi nitrogen.
bulai jagung (wakman)
PENYEBAB PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG, TANAMAN INANG LAIN, DAERAH SEBARAN, DAN PENGENDALIANNYA
Wasmo Wakman
Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRACT
Downy mildew is the most destructive disease of maize in Indonesia and other maize producing countries in the world. The yield losses caused by the disease was reported up to 100% on susceptible varieties. The disease could be caused by ten different species of fungi belong to three genera i.e. 1) genus Peronosclerospora (seven species : P. maydis, P. philippinensis, P. sacchari, P. sorghi, P. heteropogoni, P. miscanthi, and P. spontanea); 2) genus Sclerophthora (two species : S. macrospora and S. rayssiae); 3) genus Sclerospora (one species S. graminicola). The downy mildew infected several grasses other than maize, mainly belong to the tribe Andropogoneae and Maydeae. They are Adropogon sp., Avena sp., Agropyron sp., Agrostis sp., Alopecurus sp., Axonopus sp., Brachiaria sp., Botriochloa sp., Bromus sp., Cyperus sp., Digitaria sp., Echinochloa sp., Eleusine spp., Elytrophorus sp., Eragrostis sp., Euchlaena sp., Eulalia sp., Festuca sp., Glyceria sp., Heteropogon sp., Holcus sp., Hordeum sp., Iseilema sp., Lolium sp., Miscanthus sp., Oryza sp., Paspalum sp., Panicum sp., Pennisetum sp., Phalaris sp., Phragmites sp., Poa sp., Saccharum sp., Saccolaeis sp., Schizachyrium sp., Secae sp., Setaria sp., Sorghum sp., Stenotapharum sp., Tripsacum sp., and Triticum sp. The downy mildew disease of maize was distributed around the world including Africa, America , Asia, Australia , and Europe . However the distribution of each species was different. Few species are widely distributed including several countries and other species are distributed in few countries and even one country. P. maydis, P. heteropogoni and P. spontanea were reported in one country i.e. Indonesia , India , and Thailand respectively. The three species of downy mildew in Indonesia , P. maydis was identified in Java and Lampung (Sumatera), P. philippinensis was identified in Sulawesi , and P. sorghi was found in Berastagi North Sumatera and Municipal Batu, Malang East Jawa. The species of downy mildew in other islands of Java, Sulawesi , and Sumatera of Indonesia archipelago is not identified yet. Integrated pest management for downy mildew available at present are resistant varieties (Lagaligo, Surya, Semar-7, BISI-4, Pioneer (P)-4, P-5, P-9, P10, and P-12), maize plant free period, and seed treatment using ridomil (metalaxyl) fungicide.
Kata kunci : Maize, downy mildew, pathogen, host range, distribution, and control.
LATAR BELAKANG
Penyakit bulai pada jagung merupakan penyakit yang paling merugikan karena kerusakan yang ditimbulkannya dapat mencapai 100% terutama pada varietas yang rentan (Sudjono dan Sopandi, 1988). Penyebab yang banyak dilaporkan di Indonesia adalah Peronosclerospora maydis (Shurtleff, 1980) yang sebelumnya disebut Sclerospora maydis (Semangun, 1973). Adapula yang menyebut Sclerospora javanica (Waterhouse, 1964). Selain P. maydis, penyakit bulai pada jagung dapat disebabkan oleh spesies cendawan lain dari genus yang sama dan genus lain (Frederiksen dan Renfro, 1977). Telah dilaporkan bahwa ada sepuluh spesies penyebab penyakit bulai pada jagung (Wakman dan Djatmiko, 2002). Namun hal ini masih banyak yang belum mengetahuinya.
Penyakit bulai juga dapat menginfeksi jenis rumput-rumputan selain pada jagung (Bonde dan Peterson, 1981). Rumput inang terinfeksi penyakit bulai merupakan tempat patogen bertahan di luar musim tanam jagung. Informasi rumput inang bulai di Indonesia sangat terbatas (Semangun, 1993), meskipun banyak jenis rumput inang penyakit bulai di luar negeri (Bonde dan Peterson, 1981; Shaw, 1978).
Penyakit bulai pada jagung di Indonesia telah dilaporkan ada di semua propinsi (Anonymous, 1994) dan kebanyakan penyebabnya adalah P. maydis (Sudjono dan Sopandi, 1988; Mikoshiba et al., 1977; Triharso et al., 1976), hanya di Sulawesi Utara dan Selatan yang disebabkan oleh P. philippinensis (Semangun, 1973; Wakman, 2002). Luas dan daerah sebaran dari masing-masing spesies penyebab bulai pada jagung tersebut berbeda-beda, walaupun ada daerah (negara) yang dijangkiti oleh lebih dari satu spesies.
Berikut ini dipaparkan secara singkat semua spesies penyebab penyakit bulai pada jagung, jenis-jenis rumput inangnya, dan daerah sebarannya di dunia yang telah dilaporkan sampai tahun 2005.
SEPULUH SPESIES CENDAWAN PENYEBAB PENYAKIT BULAI
PADA JAGUNG
Penyakit bulai pada tanaman jagung dapat disebabkan oleh sepuluh spesies cendawan yang tergolong dalam tiga genera (Titatarn and Syamananda, 1978; Shaw, 1978; Renfro, 1980; Rathore et al., 2002; Wakman dan Djatmiko, 2002). Dari genus pertama yaitu Peronosclerospora, ada tujuh spesies yang telah dilaporkan menyebabkan penyakit bulai pada jagung yaitu P. maydis, P. philippinensis, P. sacchari, P. sorghi, P. heteropogoni, P. miscanthi, dan P. spontanea. Genus kedua Sclerophthora mempunyai dua spesies yang dapat menyebabkan penyakit bulai pada jagung yaitu S. macrospora dan S. rayssiae (Frederiksen dan Renfro, 1977; Renfro, 1972). Pada genus Sclerospora hanya ada satu spesies yang menyebabkan penyakit bulai pada tanaman jagung yaitu S. graminicola (Renfro, 1980) (Tabel 1).
Tabel 1. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung.
No. | Genus/Spesies | Nama Umum *) | Sumber |
1. | Peronosclerospora maydis (Racib.) C.G. Shaw | Jawa DM | Renfro, 1980 |
2. | Peronosclerospora philippinensis (Weston) C.G. Shaw | Philipines DM | Renfro, 1980 |
3. | Peronosclerospora sacchari (T. Miyake in/to) C.G. Shaw | Sugarcane DM | Renfro, 1980 |
4. | Peronosclerospora sorghi (Weston & Upal) C.G. Shaw | Sorghum DM | Renfro, 1980 |
5. | Peronosclerospora heteropogoni | Rajasthan DM | Rathore et al. 2002 |
6. | Peronosclerospora miscanthi (T. Miyake apud Sacc.) C.G. Shaw | Leaf-splitting DM | Renfro, 1980 |
7. | Peronosclerospora spontanea (Weston) C.G. Shaw | Spontaneum DM | Renfro, 1980 |
8. | Sclerophthora macrospora (Sacc.) Thirum, Shaw & Naras | Crazy top of maize | Renfro, 1980 |
9. | Sclerophthora rayssiae var zeae Payak & Renfro | Brown striped DM | Renfro, 1980 |
10. | Sclerospora graminicola (Sacc.) Schroet | Graminicola DM | Renfro, 1980 |
*) DM = downy mildew = penyakit bulai
TANAMAN INANG SELAIN JAGUNG
Selain menginfeksi tanaman jagung, penyebab penyakit bulai ditemukan menginfeksi jenis rumput-rumputan yang lain utamanya dari Andropogoneae dan Maydeae, baik yang menginfeksi secara alami mapun dari hasil inokulasi buatan (Renfro, 1980). Masing-masing spesies tersebut di atas menginfeksi sekelompok spesies inang tertentu (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis tanaman inang patogen penyebab penyakit bulai selain jagung
No. | Spesies Patogen | Tanaman inang | Sumber *) | ||||
1. | P. maydis | Hibrid Teosinte x jagung Euchlaena mexicana (Teosinte) Pennisetum spp. Tripsacum spp. | 4, 7, 10 4, 7 4 4, 7 | ||||
2. | P. philippinensis | Andropogon sorghum, Avena sativa Euchlaena luxurians E. mexicana Miscanthus japonicus Saccharum officinarum S. spontaneumSorghum bicolor Tripsacum spp. | 10 4, 7 7, 10, 11 10 7, 10, 11 4, 7, 10 10, 11 4, 7 7 | ||||
3. | P. sorghi | Andropogon spp. Euchlaena mexicana Heteropogon contortus (tanglehead) Panicum trypheron Pennisetum typhoides Sorghum bicolor (L) Moench. S. verticilliflorumS. halepense, S. almumSorghum spp. | 7, 10 4, 7, 10 3, 7, 10 4, 7, 10 10 3 10 10 4, 7, 10 | ||||
4. | P. sacchari | Andropogon gerardii Vitm Andropogon hallii Hack Botriochloa hassleri (Hack.) Henrard Botriochloa ischaemum (L,) Keng var. Ischaemum Botriochloa perforata (Trin. Ex. Fourn.) Herter Botriochloa springfieldii Botriochloa woodrowii ( Hookf.) A. Camm, Eulalia fulva (R. Br.) Ktze. Euchlaena mexicanaE. luxiariansMiscanthus floridulusSaccharum officinarum, Saccharum spp. Schizachyrium cirratum (Hack.) Woot & Standl. Schizachyrium hirtiflorum Nees. Schizachyrium microstachyum (Desv. ex Hamilt) Roseng., Arr.& Izog. Schizachyrium scoparium (Michx.) Nash. Sorghum bicolor (L.) Moench. S. halepenseSorghum propinguum (Kunth) Hitch. S. sudanensce, S. vulgareTripsacum dactyloides | 1, 7 1 1, 7 1 1 1 1 1, 7 1, 4, 7, 10 10 1, 7 1, 4, 7, 10 1, 7 1 1 1 1, 4, 7 10 1, 4 10 1, 4, 7 | ||||
5. | P. heteropogoni | Euchlaena mexicanaHeteropogon contortus (Kansgrass) Heteropogon melanocarpus (Farm.) | 88 8 | ||||
6. | P. miscanthi | Miscanthus japonicusM. sinensisSaccharum spp. Sorghum plumosum | 4, 7, 10 10 4, 7, 10 4, 7 | ||||
7. | P. spontanea | Euchlaena mexicana (Teosinte) E. luxuriansMiscanthus japonicus (Wild grass) Saccharum officinarum (Sugarcane) Saccharum spontaneum (Wild sugarcane) Sorghum bicolor (Sorghum) | 7, 9 4, 10 4, 7, 9, 10 4, 7, 9, 10 9, 10 4, 7, 10 | ||||
8. | S. macrospora | Agropyron repens (Quackgrass) Agrostis sp. (Bentgrass) Alopecurus sp. Avena sativa L. (Oat), A. nigra, A. fatua Axonopus compressusBrachiaria mutica Bromus inermis (Smooth brome) Bromus commutatus Cyperus sp. Digitaria sanguinalis (Crabgrass) Echinochloa cruss-galli (Barnyardgrass) Eleusine spp.Elytrophorus spicatusEragrostis spp. (E. aspera, E. plumosa, E. tremula) Festuca arundinace Glyceria maritimaHolcus lanatus, H, mollisHordeum vulgare L. (Barley) Iseilema sp. Lolium perenneMiscanthus japonicusOryza sativa Panicum capillare (witchgrass) P. maximumPaspalum spp.Phalaris arundinaceaP. tuberosaPhragmites communis, P. coerulescensPennisetum spp. Poa pratensis (bluegrass) Saccharum spp.Saccolaeis interruptaSecale cerealeSetaria viridis (Green foxtail) Sorghum bicolor (Sorghum) Sorghum spp. Stenotapharum secundatumTriticum aestivum (Wheat) | 10 6, 10 10 10 10 10 10 10 5, 10 7, 5, 10 7, 10 10 7, 10 10 10 10 10 7 10 7 7, 10 5 10 7 10 10 10 7, 10 6 7, 10 10 10 5, 7, 10 7 10 2 10 | ||||
9. | S. rayssiae var. zeae | Digitaria bicornis Digitaria sanguinalis (Crabgrass) Euchlaena mexicana (Teosinte) | 4, 7 4 4 | ||||
10. | S. graminicola | Agrostis alba Chaetochloa spp. Euchlaena mexicanaPanicum spp. Pennisetum americanum (L.) Leeke (pearl .) Pennisetum glaucumP. leonis, P. sphicatum, P. typhoidesSaccharum officinarum (i) Setaria spp. Sorghum bicolor (i) S. halepense,S. sudanense, S. verticlliflorum, S. vulgare | 4, 10 4, 10 4, 7, 10 4, 7, 10 4 4 10, 12 4, 7, 10 4, 7, 10 4, 7 10, 12 10, 12 | ||||
*) 1. Bonde and Peter (1981) 7. Renfro (1980)
(i) inokulasi buatan
DAERAH SEBARAN SPESIES CENDAWAN PENYEBAB PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG
Penyakit bulai pada tanaman jagung telah dilaporkan tersebar luas di berbagai negara penghasil jagung di dunia (Frederiksen & Renfro, 1977) baik di Benua Asia (Sharma et al., 1993), Australia, Afrika, Amerika (Warren et al., 1974) maupun di Eropa (Jons, 1980). Walaupun demikian penyebaran masing-masing spesies cendawan penyebabnya berbeda-beda, ada yang luas meliputi banyak negara dan ada yang terbatas hanya di satu atau dua negara saja. P. sorghi, P. sacchari, S. macrospora, dan S. graminicola sebaranya sangat luas meliputi banyak negara. Sedangkan P. maydis, P. philippinensis, P. miscanthi, P. spontanea, P. heteropogoni, dan S. rayssiae sebarannya terbatas pada satu atau beberapa negara saja (Tabel 3). Di Indonesia baru-baru ini diamati sebaran Peronosclerospora sp. dengan konidia bentuk bulat di lima kabupaten di Pulau Jawa dan satu tempat di Lampung Pulau Sumatera, sedangkan Peronosclerospora sp. dengan konidia bentuk lonjong ditemukan di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan (Tabel 4) (Wakman, 2002).
Tabel 3. Sebaran spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada jagung
No. | Spesies Patogen | Daerah/Negara Sebaran | Sumber *) |
1. | Peronosclerospora maydis | 1, 4, 5 | |
2. | P. philippinensis | 1, 5 | |
1, 4 | |||
1, 5 | |||
Philippina | 1, 5 | ||
1 | |||
5 | |||
3. | P. sacchari | 1 | |
1 | |||
1 | |||
Jepang | 1 | ||
1 | |||
1 | |||
Philipina | 1 | ||
1 | |||
1, 5 | |||
4. | P. sorghi | Afrika (13 negara) | 1 |
1 | |||
1 | |||
1 | |||
1 | |||
1 | |||
1 | |||
5 | |||
7 | |||
5 | |||
1 | |||
5, 6 | |||
1 | |||
1 | |||
1 | |||
5. | P. heteropogoni | 3 | |
6. | P. spontanea | 6 | |
7. | P. miscanthi | Philipina | 1 |
1 | |||
8. | Sclerophthora macrospora | Afrika | 2 |
2 | |||
2 | |||
Eropa ( | 1, 2 | ||
2 | |||
2 | |||
Sedunia | 1 | ||
9. | S. rayssiae var. zeae | 1, 5 | |
1, 5 | |||
1, 5 | |||
1 | |||
10. | Sclerospora graminicola | Amerika | 1 |
1 | |||
1 | |||
Seluruh dunia | 1 |
*) 1. Frederiksen and Renfro (1977) 5. Sharma et al. (1993)
Tabel 4. Bentuk konidia Peronosclerospora sp. penyebab penyakit bulai pada
Jagung koleksi dari beberapa tempat di Indonesia
No. | Kabupaten | Bentuk konidia | Spesies | Waktu Koleksi |
1. | Bulat | P. maydis | 24/8-2001 | |
2. | Purwokerto | Bulat | P. maydis | 8/9-2001 |
3. | Pemalang | Bulat | P. maydis | 12/9-2001 |
4. | Pekalongan | Bulat | P. maydis | 11/9-2001 |
5. | Bulat | P. maydis | 6/9-2001 | |
6. | Lampung | Bulat | P. maydis | 13/9-2001 |
7. | Maros | Lonjong | P. philippinensis | 28/3-2002 22/9-2001 |
8. | Gowa | Lonjong | P. philippinensis | 18/10-2001 |
9. | Takalar | Lonjong | P. philippinensis | 18/10-2001 |
10. | Bulukumba | Lonjong | P. philippinensis | 21/10-2001 |
11. | Bone | Lonjong | P. philippinensis | 15/7-2002 |
12. | Soppeng | Lonjong | P. philippinensis | 15/11-2001 |
13. | Sengkang | Lonjong | P. philippinensis | 15/11-2001 |
14. | Sidrap | Lonjong | P. philippinensis | 15/11-2001 |
15. | Pinrang | Lonjong | P. philippinensis | 14/11-2003 |
16. | Enrekang | Lonjong | P. philippinensis | 14/11-2003 |
17. | Gorontalo | Lonjong | P. philippinensis | 30/6-2003 |
18. | Tomohon | Lonjong | P. philippinensis | 6/5-2004 |
19. | Karo (Berastagi) | Bulat telur | P. sorghi | 19/6-2003 |
20. | Bulat telur | P. sorghi | 2/9-2004 |
Penyebab penyakit bulai di Jawa dan Lampung dengan bentuk konidia bulat adalah P. maydis, sedangkan di Sulawesi dengan bentuk konidia lonjong adalah P. philippinensis (Wakman, 2002; Semangun, 1973) dan di Karo (Berastagi) Sumatera Utara dan Malang (Batu) Jawa Timur dengan bentuk konidia oval adalah P. sorghi (Wakman dan Hasanuddin, 2003; Wakman 2005).
PENGENDALIAN PENYAKIT BULAI
Pengelolaan penyakit bulai terpadu di Indonesia telah lama dirintis dengan mencari varietas tahan, cara bercocok tanam dan perlakuan fungisida sistemik (Tantera, 1975; Sudjono, 1988; Subandi, 1996). Persilangan untuk pembentukan varietas unggul tahan penyakit bulai telah dimulai sejak tahun 1970-an dengan pelepasan varietas unggul tahan bulai pertama pada tahun 1978. Sejak itu varietas unggul baru yang dilepas dipersyaratkan mempunyai sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Pengujian-pengujian ketahanan varietas terus dilakukan baik di Malang (Sumartini, 1990), di Bogor (Subandi, 1998) maupun di Maros (Wakman et al., 1999). Sampai saat ini telah banyak varietas unggul yang dilepas dengan deksripsi tahan penyakit bulai. Oleh karena sifat ketahanan terhadap penyakit bulai itu relatif dan pengujian terhadap bulai dari varietas-varietas unggul tersebut dilakukan pada waktu yang berbeda, maka tingkat serangan penyakit bulai pada varietas-varietas tersebut tidaklah sama. Hasil pengujian akhir-akhir ini menunjukkan adanya perbedaan ketahanan dari varietas unggul (Tabel 5, 6, dan 7) (Wakman dan Kontong, 2000; Wakman (2000); dan Wakman et al., 2001).
Tabel 5. Persentase penyakit bulai pada beberapa varietas jagung unggul
di Lanrang dan Maros (Sul-Sel).
No. | Varietas | Lokasi pengujian | |
Lanrang (Sul-Sel) | Maros (Sul-Sel) | ||
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. | Antasena Jagung Manis Semar-2 Semar-3 Bisma Arjuna Rama Lagaligo. | 100 68 82 65 59 54 48 20 | 57 29 19 18 7 10 8 3 |
Sumber : Wakman dan Kontong (2000).
Tabel 6. Persentase penyakit bulai pada 10 varietas jagung unggul di Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah.
No. | Varietas | Bulai (%) | |
Sul-Sel (Lanrang) | Jawa Tengah (Pemalang) | ||
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. | Pioneer-7 Antasena X Lagaligo Bayu BISI-4 Lagaligo Surya Pioneer-9 Pioneer-5 Pioneer-10 Pioneer-12 | 91 57 28 23 18 17 8 5 1 0 | 98 67 53 37 19 18 15 4 1 1 |
Sumber : Wakman (2000).
Tabel 7. Persentase penyakit bulai pada 13 varietas jagung
No. | Varietas | Bulai (%) |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. | Pioneer-7 Pulut Takalar BISI-2 Pioneer-8 Abimanyu BISI-1 BISI-3 BISI-4 CPI-2 Lagaligo Exp. 9572 Surya Pioneer-4 | 68 66 35 26 26 19 11 7 7 6 5 4 2 |
Sumber : Wakman et al. (2001)
Dari hasil evaluasi ketahanan varietas terhadap penyakit bulai tersebut, beberapa varietas yang memperlihatkan ketahanan bulai lebih unggul dari yang lainnya adalah Lagaligo, Surya, BISI-4, Exp. 9572, Pioneer-4, Pioneer-5, Pioneer-9, Pioneer-10, dan Pioneer-12.
Fungisida sebagai komponen pengendalian penyakit bulai pada jagung telah lama diteliti di Indonesia (Triharso et al., 1976). Beberapa fungisida telah dievaluasi namun hanya fungisida yang berbahan aktif metalaksil yang paling efektif (Exonde dan Molina, 1978; Masdiar dan Tantera, 1979). Pemberian fungisida metalaksil melalui perlakuan biji lebih efisien dibandingkan dengan perlakuan melalui tanah (Jasis et al., 1981). Takaran yang optimum untuk perlakuan benih yaitu 2 – 5 g produk (= 0,7 – 1,75 g b.a) per kg benih (Wakman dan Said, 1986). Komponen pengendalian dengan fungisida metalaksil ini masih banyak digunakan terutama apabila menanam varietas rentan di daerah endemi penyakit bulai. Komponen pengendalian lainnya yaitu dengan cara kultur praktis seperti periode bebas pertanaman jagung, waktu tanam serempak, dan pergiliran tanaman (Wakman, 2000).
KESIMPULAN
Penyakit bulai pada tanaman jagung merupakan penyakit yang paling merusak karena penyebarannya yang luas dan tingkat infeksinya yang tinggi dapat menyebabkan puso. Penyebabnya ada sepuluh spesies cendawan tergolong dalam tiga genera, Peronosclerospora, Sclerophthora, dan Sclerospora. Pada genus Peronosclerospora meliputi tujuh spesies yaitu P. maydis, P. philippinensis, P. sorghi, P. sacchari, P. heteropogoni, P. miscanthi, dan P. spontanea. Pada genus Sclerophthora terdiri atas dua spesies yaitu S. macrospora dan S. rayssiae var. zeae. Pada genus Sclerospora ada satu spesies yaitu S. graminicola. Tanaman inang dari masing-masing spesies cendawan tersebut bervariasi tetapi semuanya dari golongan rumput-rumputan. Tanaman-tanaman inang tersebut meliputi Agrostis spp., Andropogon spp., Avena spp., Botriochloa spp., Bromus spp., Chaetochloa spp., Digitaria spp., Echinochloa spp., Eleusine spp., Eragrostis spp., Euchlaena, Eulalia spp., Heteropogon spp., Hordeum spp., Miscanthus spp., Oryza spp., Panicum spp., Paspalum spp., Pennisetum spp., Poa spp., Saccharum spp., Schizachyrium spp., Sorghum spp., Tripsacum spp., dan Triticum spp. Sekalipun penyebaran penyakit bulai sangat luas diseluruh dunia, namun sebaran masing-masing spesies penyebabnya berbeda-beda ada yang hanya ada di satu negara dan ada yang tersebar di beberapa negara.
Tiga komponen pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung yang efektif telah tersedia, yaitu adanya varietas tahan (Lagaligo, Surya, BISI-4, Pioneer-4, 5, 9, 10,12), periode bebas tanaman jagung, dan perlakuan biji dengan fungisida berbahan aktif metalaksil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1994. Evaluasi kerusakan tanaman jagung karena organisme pengganggu tahun 1993. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta .
Craig, J. and R.A. Frederiksen. 1980. Pathotypes of Peronosclerospora sorghi. Plant Diseases 64(8):778-779.
Bonde, M.R. and G.L. Peterson. 1981. Host range of a Tiawanese isolate of Peronosclerospora sacchari. Plant Diseases, 65:739-740.
Bruton, B.D., R.W. Toler, and D.L. Blasingame. 1981. Downy mildew on St Augustinegrass in Mississippi . Plant Diseases 65:925.
Exonde, O.R. and J.R.A.B. Molina. 1978. Note : Ridomil (Ciba-Geigy). A seed – dressing fungicide for the control of Philippine downy mildew. The Philippine Journal of Crop Science 3(1):60-64.
Frederiksen, R.A. and B.L. Refro. 1977. Global status of maize downy mildew. Ann. Rev. Phytopathol 15:249-275.
Jasis, S. Alimoeso, dan A.W. Hamid. 1981. Beberapa hasil pengujian pengendalian penyakiy bulai pada tanaman jagung tahun 1979 – 1981. Makalah disajikan pada Kongres Nasional PFI ke VI Bukitinggi, 11-13 Mei. 9 hal.
Jons, V.L. 1980. Crazy top of corn in North Dakota. Plant Disease 64:103-104.
Masdiar, B. and D.M. Tantera. 1979. Penelitian pendahuluan dengan beberapa fungisida sistemik untuk pemberantasan penyakit bulai (Sclerospora maydis) pada tanaman jagung. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Hama Penyakit. No.18. LP3 Bogor :88-101.
Mikoshiba, F., M. Sudjadi, and A. Soediarto. 1977. Dispersion of conidia of Sclerospora maydis in outbreaks of maize downy mildew disease in Indonesia . Tropical Agriculture Research Center . Japan : 186-189.
Muller, W.C., N. Jackson , and J.M. Fenstermacher. 1974. Occurrence of Sclerophthora macrospora in turfgrass affected with yellow turf. Plant Disease Reptr.58(9):848-850.
Rathore, R.S., A. Trivedi, and K. Mathur. 2002. Rajasthan downy mildew : The problem and management perspectives. Makalah disajikan pada 8th Asian Regional Maize Workshop. Bangkok , Thailand . Augusts 5-8 : 22 hal.
Renfro, B.L. 1972. Present disease problems of maize in South East Asia . South East Asia Regional Symposium on Plant Diseases in the Tropics, September 11-15, 1972. Gadjah Mada University , Yogyakarta , Indonesia , 9 p.
Renfro, B.L. 1980. Downy mildew diseases of maize, their control and future research and development needs. Technical Bulletin No.51. Food & Fertilizer Technology Center . Bangkok , Thailand :20p.
Semangun, H. 1973. penelitian tentang penyakit bulai (Slerospora maydis) pada jagung khususnya mengenai cara bertahannya cendawan. Seri Penerbitan Disertasi. Universitas Gadjah Mada. 91 hal.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta .
Sharma, R.C., C. de Leon, and M.M. Payak. 1993. Disease of maize in South and South East Asia : Problem and Progress Crop Protection 12(6):414-422.
Shaw, C.G. 1978. Peronosclerospora species and other downy mildew of the gramineae. Mycologia 70(3):594-604.
Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of corn diseases. Second Edition. The American Phytopathological Society. P.105.
Subandi, M. Sudjadi, dan D. Pasaribu. 1996. Laporan hasil pemantauan penyakit bulai dan benih palsu pada pertanaman jagung hibrida di Lampung.
Subandi. 1998. Corn varietal improvement in Indonesia : Progress and future strategies IARD. Journal. 20(1):1-12.
Sudjono, M.S. and Sopandi. 1988. Pendugaan penurunan hasil jagung oleh penyakit bulai (P. maydis) (Rac.) Shaw. Seminar Balittan Bogor, 1996. p.384-390.
Sudjono, M.S. 1988. Penyakit jagung dan pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjono. Jagung. Puslitbantan Tan. Pangan. Bogor : 205-217/
Sumartini. 1990. Penyaringan ketahanan varietas jagung terhadap penyakit bulai. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1990. Balittan Malang:165-168.
Tantera, D.M. 1975. Cultural practices to decrease loses due to corn downy mildew disease. Proc. Sympoasium on Downy Mildew of Maize. Trop. Agric. Japan:165-175.
Titatarn, S. and Syamananda. 1978. The occurence of Sclerospora spontanea on Saccharum spontaneum in Thailand . Plant Disease Reporter. 62(1):29-31.
Triharso, T. Martoredjo, dan L. Kusdiarti. 1976. Recent problems and trudies on downy mildew of maize in Indonesia . The Kasetsart Journal 10(2):101-105. Thailand .
Wakman, W. and M. Said, K. 1986. Penggunaan fungisida Ridomil untuk pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung di Sulawesi Selatan. AGRIKAM. Buletin Penelitian Pertanian. Maros 1(2):41-44.
Wakman, W., M.S. Kontong, dan S. Rahamma. 1999. Perbedaan ketahanan terhadap penyakit bulai dan kehilangan hasil 12 varietas/ galur jagung. Prosiding Seminar Nasional. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian : 57-62.
Wakman, W. 2000. Downy mildew disease of maize in Indinesia : Problem, research, and solving. Paper presented of the International Congress and Symposium on Southeast Asian Agricultural Sciencis (IC-SAAS). Bogor Agricultural Unievrsity, 6-8 November 2000.
Wakman, W. dan M.S. Kontong. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dengan varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 19(2):38-42.
Wakman, W., S. Rahamma , M.S. Kontong, dan Firdausil, A.B. 2001. Varietas jagung unggul tahan penyakit bulai. Penelitian pertanian (PP) Tanaman Pangan 20(1):
Wakman, W. dan H.A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung. Makalah disajikan pada Seminar PFI di Universitas Negeri Jenderal Sudirman Purwokerto. 7 September 2002 .
Wakman, W. 2002. Sebaran dua spesies cendawan Peronosclerospora berbeda morfologi konidianya di Indonesia . Makalah disajikan pada pertemuan membahas Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) di Hotel Indo Alam. Cianjur, 9-12 September 2002.
Wakman, W. dan Hasanuddin. 2003. Penyakit bulai (Peronosclerospora sorghi) pada jagung di dataran tinggi Karo Sumatera Utara. Makalah disajikan pada Seminar Nasional PFI di Bandung.
Warren, H.L., D.H. Scott, and R.L. Nicholson. 1974. Occurrence of sorghum downy mildew on maize in Indiana . Plant Dis. Reptr.58:430-432.
Waterhouse, G.M. 1964. The genus of Sclerospora, diagnosis (or descriptions) from the original papers and a key. Miscellaneous Publications No. 17:30p. Commonwealth Mycological Institute. Kew Surrey .
Weston, Jr., W.H. 1920. Philippine downy mildew of maize. Journal of Agricultural Research 21(3):97-122.
Weston, Jr., W.H. 1921. Another connidial Sclerospora of Philippine maize. Journal of Agricultural Research. 20(9):669-684. Washington .
Weston, Jr., W.H. 1924. Noctural production of conidia by Sclerospora graminicola. Journal of Agricultural Research 27(10):771-784.
Langganan:
Postingan (Atom)